Terjemah Dan Syarh Aqidah Al-‘Awam‎ (Bag. 2)

Bab II
Muqodimah Aqidatul Awam
بسم الله الرحمن الرحيم
أَبْدَأُ بِسْـمِ اللهِ وَالرَّحْمنِ # وَبِالرَّحِيْمِ دَائِمِ اْلإِحْسَان
فَالْحَمْدُ للهِ الْقَدِيْمِ اْلأَوَّلِ # اَلآخِرِ الْبَـاقِي بِلاَتَحَوُّلِ
“Saya memuji dengan menyebut nama Allah SWT, nama al-Rahman dan al-Rahim yang selalu berbuat kebaikan.”
“Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Qadim (tidak ada permulaannya), dan Maha Awal yang Maha Akhir, dan kekal tanpa ada perubahan”
ثُمَّ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ سَرْمَدَا # عَلَى النَّبِيِّ خَيْرِ مَنْ قَدْ وَحَّدَا
“Kemudian shalawat dan salam sejahtera semoga selamanya tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai orang terbaik yang mengesakan Allah SWT”
Syarh:
Muncul pertanyaan, apa perlunya mengucapkan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW padahal beliau adalah orang yang mulia dan terpilih, dengan jaminan surga dari Allah SWT?
Jawabanya adalah, di dalam al-Qur’an disebutkan bahwa mengucapkan shalawat adalah teladan dari Allah SWT dan para Malaikat yang mengucapkan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Sekaligus perintah Allah SWT kepada seluruh umat Islam untuk membaca shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW. Allah SWT berfirman dalam surat al-Ahzab: 56;
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا (الأحزاب، 56)
"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya." (QS. al-Ahzab: 56).
Sebagian ulama menyatakan bahwa shalawat adalah mendoakan Nabi Muhammad SAW, agar selalu mendapatkan shalawat dan salam Allah SWT. Mendoakan Nabi Muhammad SAW agar pada masa yang akan datang, rahmat dan salam Allah SWT itu akan terus diberikan kepada Nabi Muhammad SAW.
Sebagian lain mengatakan bahwa walaupun shalawat adalah mendo’akan Nabi Muhammad SAW namun pada hakikatnya ketika seseorang membaca shalawat ia sedang ber-tawassul dan mengharapkan barokah Allah SWT turun kepada dirinya dengan perantara shalawat tersebut. Oleh karena itu ketika seseorang membaca shalawat, niatnya tidak untuk mendo’akan Nabi Muhammad SAW, tetapi mengharap kepada Allah SWT agar semua keinginannya bisa terkabulkan dengan barokah shalawat yang dibaca.
وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعْ # سَبِيْلَ دِيْنِ الْحَقِّ غَيْرَ مُبْتَدِعْ
“Begitu pula shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada keluarga serta para sahabatnya dan siapa pun yang mengikuti jalan agama yang benar tanpa berbuat bid’ah”
Syarh:
Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW itu dianjurkan sebagaimana dijelaskan dalam hadits berikut:
عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ، قَالَ بَشِيرُ بْنُ سَعْدٍ: أَمَرَنَا اللَّهُ تَعَالَى أَنْ نُصَلِّيَ عَلَيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَكَيْفَ نُصَلِّي عَلَيْكَ فَسَكَتَ، ثُمَّ قَالَ قُولُوا اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ... الحديثَ. (رواه مسلم)
Dari Abi Mas’ud RA, Berkata Basyir bin Sa’ad: “Allah memerintah-kan kami untuk membaca shalawat kepadamu ya Rasulullah, bagaimana cara kami membaca shalawat kepada engkau”, lalu beliau diam. Rasulullah Lalu barsabda, “Ucapkanlah Allahuma Sholli  ala Muhammad wa ala ali Muhammad …” (HR. Muslim)
Begitu juga membaca shalawat kepada shahabat Nabi Muhammad SAW, diterangkan dalam beberapa hadits diantaranya:
عن قَيْسِ بْنِ سَعْدٍ بْنِ عُبَادَةَ «أن النبيَّ صلى الله عليه وسلم رَفَعَ يَدَيْهِ وَهُوَ يَقُوْلُ: اللَّـهُمَّ اجْعَلْ صَلَوَاتِكَ وَرَحْمَتَكَ عَلَى آلِ سَعْدِ بْنِ عُبَادَةَ» أخرجه أبو داود والنسائي وسنده جيد. (فتح الباري شرح صحيح البخاري، 12/ 460)
Dari  Qois bin Sa’ad bin ‘Ubadah, sesungguhnya Muhammad SAW mangangkat tangannya dan bersabda, ya Allah, jadikanlah shalawat dan rahmat-Mu atas keluarga Sa’ad bin ‘Ubadah”. (HR. Abu Dawud dan al-Nasa`iy).
Bab III
Sifat-Sifat Bagi Allah
وَبَعْدُ فَاعْلَمْ بِوُجُوْبِ الْمَعْرِفَةْ # مِنْ وَاجِبٍ ِللهِ عِشْرِيْنَ صِفَةْ
“Setelah apa yang dikemukakan tadi, ketahuilah tentang kewajiban mengetahui ada dua puluh sifat yang wajib bagi Allah SWT”
Syarh:
Aqo’id lima puluh (50) adalah lima puluh sifat yang wajib diketahui dan diyakini oleh seorang yang beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.
اِعْلَمْ أَنَّهُ يَجِبُ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ أَنْ يَعْرِفَ خَمْسِيْنَ عَقِيْدَةً وَكُلُّ عَقِيْدَةٍ يَجِبُ عَلَيْهَ أَنْ يَعْرِفَ لَهَا دَلِيْلاً اِجْمَالِيًّّا أَوْ تَفْصِيْلِيًّا (كفاية العوام، 3)
“Ketahuilah bahwa setiap muslim (laki-laki atau perempuan) wajib mengetahui lima puluh akidah beserta dalil-dalilnya yang bersifat global atau terperinci." (Kifayatul 'Awam, 3)
Lima puluh keyakinan itu terdiri dari:
Keimanan kepada Allah SWT :
1.  Sifat wajib bagi Allah SWT        = 20
2.  Sifat mustahil bagi Allah SWT   = 20
3.  Sifat jaiz bagi Allah SWT           = 1
Keimanan kepada para rasul:
1.  Sifat wajib bagi rasul                  = 4
2.  Sifat mustahil bagi rasul             = 4
3.  Sifat jaiz bagi rasul                     = 1
___________________________
                                    Jumlah         = 50
Pembagian Sifat-Sifat Allah SWT
1.     Sifat Wajib Allah SWT
Yang dimaksud sifat wajib di sini adalah sesuatu yang pasti ada atau dimiliki Allah SWT atau rasul-Nya, di mana akal tidak akan membenarkan jika sifat-sifat itu tidak ada pada Allah SWT dan rasul-Nya.
2.     Sifat Mustahil Allah SWT
Mustahil merupakan perkara yang tidak mungkin ada pada Allah SWT dan rasul-Nya. Kebalikan dari sifat wajib, yaitu akal tidak akan terima jika sifat-sifat tersebut ada pada Allah SWT dan para rasul-Nya.
3.     Sifat Jaiz Allah SWT
Sedangkan jaiz adalah sifat yang tidak harus ada pada Allah SWT dan rasul-Nya. Dengan pengertian bahwa ada dan tidak adanya sifat ini pada Allah SWT dan rasul-Nya bisa diterima oleh akal.
فَاللهُ مَوْجُوْدٌ قَدِيْمٌ بَاقِيْ # مُخَالِفٌ لِلْخَلْقِ بِاْلإِطْلاَقِ
“Maka Allah SWT adalah Dzat yang bersifat Wujud (Ada), Qadim (tidak ada permulaan-Nya), Kekal, dan berbeda dengan makhluk secara mutlak”
Syarh:
Sifat wajib Allah SWT yang dua puluh tersebut adalah sebagai berikut:
1. Wujud (Ada)
Allah SWT adalah Tuhan yang wajib kita sembah itu pasti ada. Allah SWT, ada tanpa ada perantara sesuatu dan tanpa ada yang mewujudkan. Firman Allah SWT :
إِنَّنِي أَنَا اللهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلاَةَ لِذِكْرِي (سورة طه، 14)
“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku. (QS. Thaha: 14)”.
Adanya alam semesta beserta isinya merupakan tanda bahwa Allah SWT ada. Dialah yang menciptakan jagat raya yang menakjubkan ini.
Kebalikan sifat ini adalah sifat adam (العدم) yakni Allah SWT mustahil tidak ada.
2. Qidam (Dahulu)
Sebagai Dzat yang menciptakan seluruh alam, Allah SWT pasti lebih dahulu sebelum makhluk. Firman Allah SWT:
هُوَ اْلأَوَّلُ وَاْلآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (الحديد، 3)
“Dialah yang Awal dan yang Akhir yang Zhahir dan yang Bathin; dan dia Maha mengetahui segala sesuatu." (QS. al-Hadid : 3).
Dahulu bagi Allah SWT tanpa awal. Tidak berasal dari tidak ada kemudian menjadi Ada. Sabda Nabi SAW:
عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم، كَانَ اللهُ وَلَمْ يَكُنْ شَيْءٌ غَيْرُهُ (رواه البخاري والبيهقي)
"Dari Imron bin Hushain RA, Rasulullah SAW bersabda, "Allah SWT ada (dengan keberadaan tanpa permulaan) dan belum ada sesuatupun selain-Nya." (HR. al-Bukhari dan al-Baihaqi).
Kebalikannya adalah huduts (حدوث), yakni mustahil Allah SWT itu baru dan memiliki permulaan.
3. Baqa’ (Kekal)
Arti baqa' adalah bahwa Allah SWT senantiasa ada, tidak akan mengalami kebinasaan atau rusak. Dalam al-Qur’an disebutkan:
كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ (الرحمن، 26-27)
“Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan." (QS. ar-Rahman: 26-27).
Allah SWT adalah Dzat yang Maha Mengatur alam semesta. Dia selalu ada selama-lamanya dan tidak akan binasa untuk mengatur ciptaan-Nya itu. Hanya kepada-Nya seluruh kehidupan ini akan kembali. Firman Allah SWT :
كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلاَّ وَجْهَهُ لَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (القصص، 88).
"Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nyalah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan." (QS. al-Qashash: 88)
Kebalikannya adalah sifat Fana (فناء), yang berarti mustahil Allah SWT tidak kekal.
4. Mukhalafatu Lil-hawaditsi (Berbeda dengan makhluk)
Allah SWT pasti berbeda dengan segala yang baru (makhluk). Perbedaan Allah SWT dengan makhluk itu mencakup segala hal, baik dalam sifat, dzat dan perbuatannya. Firman Allah SWT:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ. (الشورى، 11)
"Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS. as-Syura: 11).
Apapun yang terlintas di dalam benak dan pikiran seseorang, maka Allah SWT tidak seperti yang dipikirkan itu. Imam Ahmad mengatakan:
مَهْمَا تَصَوَّرْتَ بِبَالِكَ فَاللهُ بِخِلاَفِ ذَلِكَ. (الفرق بين الفرق، 20)
"Apapun yang terlintas di benakmu (tentang Allah SWT) maka Allah SWT tidak seperti yang dibayangkan itu." (Al-Farqu Bainal Firoq, 20).
Karena itulah seorang mukmin tidak diperkenan-kan membahas Dzat Allah SWT, karena ia tidak akan mampu untuk melakukannya. Justru ketika ia menyadari akan kelemahannya itu, maka pada saat itu sebenarnya ia telah mengenal Allah SWT.
Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq mengatakan:
اَلْعَجْزُ عَنْ دَرْكِ اْلإِدْرَاكِ اِدْرَاكٌ  وَالْبَحْثُ عَنْ ذَاتِهِ كُفْرٌ وَإشْرَاكٌ
“Ketidakmampuan untuk mengetahui Allah SWT adalah sebuah kemampuan
Sedangkan membahas Dzat Allah SWT adalah kufur dan syirik Kebalikannya adalah mumatsalatuhu lilhawaditsi (مماثلته للحوادث), yakni mustahil Allah SWT sama dengan makhluk-Nya.
[Bersambung] ke Bag. 3

Leave a Reply

Terima Kasih Atas Komentar Anda

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Terima kasih pada FThemes.com | Converter: Blogger Themes & Blogger Templates
Flippa