MEMILIH HARI PERNIKAHAN DENGAN PRIMBON




Moderator
Perumus
Mushahih
Notulen
Ust. Baidlowi
01. K. Ulin Nuha Rozy
02. K. Turmudzi
03. K. Afifuddin Khoir

01. K Abdul Aziz
02. KH Ahmad Romlan

01.Muhammad Sholeh
02.Agus Thohir

1.        Memilih Hari Pernikahan Dengan Primbon (Pon Pes Ma’rifatul Ulum, Bringin)
Deskripsi Masalah
Nikah adalah acara yang sakral, dengan nikah hal yang awalnya haram menjadi halal. Aqad nikah yang dilakukan didepan wali dan saksi-saksi berlaku tanpa batas waktu sampai ada hal yang menyebabkan aqad itu gugur, karena nikah terkait dengan kehidupan rumah tangga kedepan dalam waktu yang tak terbatas, maka sebagaian masyarakat menentukan waktu pelaksanaan aqad nikah dengan memilih tanggal, hari, atau bulan tertentu dengan metode perhitungan dari warisan leluhur (primbon), tidak hanya acara pernikahan saja, ada sebagian masyarakat disaat mendirikan rumah, membeli hewan, perdagangan dan lain sebagainya mereka juga memilih tanggal, hari, atau bulan tertentu, agar kelak memberi dampak bagus, selalu tentram dan penuh kebaikan bagi kesehatan dan perekonomian mereka.
Pertanyaan:
a.         Bagaimana hukum memilih hari untuk pernikahan dan lain sebagianya ?
b.        Apakah menikah dibulan tertentu (selo,suro) itu terlarang?


Jawaban A :
Islam tidak mengajarkan tentang berpegang pada waktu tertentu entah itu jam, hari, bulan, atau pasaran (Pon, Wage, dll.) untuk memulai sesuatu yang baik. Islam mengajarkan agar membaca Basmalah dalam riwayat lain Alhamdulillah untuk memulai pekerjaan yang baik kapanpun itu. Dalam sebuah hadits yang statusnya hasan disebutkan:
كل أمر ذي بال لا يبدأ فيه ببسم الله فهو أقطع-- رواه ابن حبان
Artinya: “Setiap perbuatan baik yang tidak diawali dengan bismillah adalah terputus”. (HR. Ibn Hibban) [1]
Dalam ajaran membaca basmalah ini terkandung maksud untuk selalu menggantungkan semuanya kepada Allah dan bahwa sesuatu terjadi hanya dengan seizin-Nya. Untuk itu kita harus selalu husnudz-dzon (berbaik sangka) kepada Allah SWT. Prasangka kita terhadap Allah akan kembali pada diri kita sendiri, begitulah yang disebutkan dalam salah satu hadits qudsi.
Dalam khazanah keilmuan pesantren ada sebuah kitab Astrologi (ilmu perbintangan) yang ditulis oleh Ilmuwan muslim pada zaman Abbasiyah, Abu Ma’syar Al-Falaki. Beliau adalah murid Al-Kindi. Kitab yang beliau tulis berjudul seperti nama penulisnya sendiri, Abu Ma’syar Al-Falaki. Dulu, kitab tersebut banyak beredar di pesantren-pesantren salaf. Dalam kitab tersebut dijelaskan waktu-waktu tertentu, watak manusia yang lahir di waktu tertentu (seperti layaknya zodiak), dan sebagainya. Untuk lebih jelasnya silahkan rujuk kitab tersebut.
Selanjutnya, yang terpenting bukan masalah ada dan tidaknya kitab seperti itu, melainkan bagaimana kita menyikapi data-data yang disebutkan oleh penulis kitab yang dimaksud agar kita tetap berada pada jalan yang benar dalam keimanan. Kitab Astrologi seperti itu hanya boleh dijadikan sebagai data sementara untuk kita melakukan sesuatu, sedangkan hasil yang akan terjadi tetap kita serahkan pada Allah SWT, karena Allah SWT yang mempengaruhi segalanya. Jika kita menyikapi begitu, sebagian ulama memperbolehkan. Ini bisa kita lihat dalam Fatwa Ibnu Ziyad :
مسألة: إذا سأل رجل آخر: هل ليلة كذا أو يوم كذا يصلح للعقد أو النقلة؟ فلا يحتاج إلى جواب، لأن الشارع نهى عن اعتقاد ذلك وزجر عنه زجراً بليغاً، فلا عبرة بمن يفعله، وذكر ابن الفركاح عن الشافعي أنه إن كان المنجم يقول ويعتقد أنه لا يؤثر إلا الله، ولكن أجرى الله العادة بأنه يقع كذا عند كذا، والمؤثر هو الله عز وجل، فهذا عندي لا بأس به، وحيث جاء الذم يحمل على من يعتقد تأثير النجوم وغيرها من المخلوقات
Artinya: Jika seorang bertanya kepada orang lain, apakah malam tertentu atau hari tertentu cocok untuk akad nikah atau pindah rumah? Maka tidak perlu dijawab, karena syariat melarang meyakini hal yang demikian itu bahkan sangat menentang orang yang melakukannya. Ibnul Farkah menyebutkan sebuah riwayat dari Imam Syafii bahwa jika ahli astrologi berkata dan meyakini bahwa yang mempengaruhi adalah Allah, dan Allah yang menjalankan kebiasaan bahwa terjadi demikian di hari demikian sedangkan yang mempengaruhi adalah Allah. Maka hal ini menurut saya tidak apa-apa, karena yang dicela apabila meyakini bahwa yang berpengaruh adalah nujum dan makhluk-makhluk (bukan Allah)”. [2]

Jawaban B:
Dalam syari’at Islam, sebenarnya tidak ada larangan menikah di bulan tertentu. Ini dapat kita lihat dalam riwayat tentang pernikahan Rasulullah SAW dengan Siti ’Aisyah. Pada saat itu, orang-orang menganggap makruh/mendatangkan kesialan jika menikah di bulan Syawal. Untuk menepis kepercayaan mereka Rasulullah SAW menikahi Siti ’Aisyah di bulan Syawwal. Ketika mengomentari hadits yang menerangkan peristiwa tersebut Imam Nawawi menjelaskan :
وَقَصَدَتْ عَائِشَةُ بِهَذَا الْكَلَامِ رَدَّ مَا كَانَتِ الْجَاهِلِيَّةُ عَلَيْهِ وَمَا يَتَخَيَّلُهُ بَعْضُ الْعَوَامِّ الْيَوْمَ مِنْ كَرَاهَةِ التَّزَوُّجِ وَالتَّزْوِيجِ وَالدُّخُولِ فِي شَوَّالٍ وَهَذَا بَاطِلٌ لَا أَصْلَ لَهُ وَهُوَ مِنْ آثَارِ الْجَاهِلِيَّةِ كَانُوا يَتَطَيَّرُونَ بِذَلِكَ لِمَا فِي اسْمِ شَوَّالٍ مِنَ الْإِشَالَةِ والرفع
Artinya : “Siti Aisyah r.a dengan perkataan ini, bermaksud menjawab apa yang terjadi pada masa jahiliyah dan apa yang dibayangkan sebagian orang awam pada saat itu bahwa makruh menikah, menikahkan atau berhubungan suami istri di bulan syawa., ini sebuah kebatilan yang tidak memiliki dasar. Ini adalah peninggalan orang jahiliyah yang menganggap sial bulan tersebut karena kata Syawwal yang diambil dari Isyalah dan Raf̕’I (mengangkat)”. [3]
Walaupun demikian, orang yang tidak mau melangsungkan pernikahan di bulan tertentu dan memilih waktu yang menurutnya tepat sesuai dengan kebiasaan yang berlaku tidaklah sepenuhnya salah. Selama keyakinannya tentang yang memberi pengaruh baik atau buruk adalah Allah SWT. dan hari, tanggal dan bulan tertentu itu diperlakukan sebagai adat kebiasaan yang diketahui oleh manusia melalui kejadian-kejadian yang berulang(dalam bahasa jawa disebut ilmu titen) yang semuanya itu sebenarnya dijalankan oleh Allah SWT maka sebagian ulama memperbolehkan. Dalam hal ini Ibnu Ziyad berkat :
مسألة : إذا سأل رجل آخر: هل ليلة كذا أو يوم كذا يصلح للعقد أو النقلة؟ فلا يحتاج إلى جواب، لأن الشارع نهى عن اعتقاد ذلك وزجر عنه زجراً بليغاً، فلا عبرة بمن يفعله، وذكر ابن الفركاح عن الشافعي أنه إن كان المنجم يقول ويعتقد أنه لا يؤثر إلا الله، ولكن أجرى الله العادة بأنه يقع كذا عند كذا، والمؤثر هو الله عز وجل، فهذا عندي لا بأس به، وحيث جاء الذم يحمل على من يعتقد تأثير النجوم وغيرها من المخلوقات،
Artinya : (permasalahan) Jika seorang bertanya kepada orang lain, apakah malam tertentu atau hari tertentu cocok untuk akad nikah atau pindah rumah? Maka tidak perlu dijawab, karena syariat melarang meyakini hal yang demikian itu bahkan sangat menentang orang yang melakukannya. Ibnul Farkah menyebutkan sebuah riwayat dari Imam Syafii bahwa jika ahli nujum berkata dan meyakini bahwa yang mempengaruhi adalah Allah, dan Allah yang menjalankan kebiasaan bahwa terjadi dmeikian di hari demikian sedangkan yang mempengaruhi adalah Allah, maka hal ini menurut saya tidak apa-apa, karena yang dicela apabila meyakini bahwa yang berpengaruh adalah nujum dan makhluk-makhluk”. [4]
Kesimpulannya adalah kita harus tetap berkeyakinan bahwa yang menentukan semuanya adalah Allah SWT., sedangkan fenomena-fenomena yang terjadi berulang-ulang yang kemudian menjadi kebiasaan hanyalah data sementara bagi kita untuk menentukan langkah yang harus diambil, dalam hal ini menentukan waktu pernikahan.
Dasar Pengambilan :
تفسير حقي - (5 / 46)
إِنَّمَا النَّسِيءُ زِيَادَةٌ فِي الْكُفْرِ يُضَلُّ بِهِ الَّذِينَ كَفَرُوا يُحِلُّونَهُ عَامًا وَيُحَرِّمُونَهُ عَامًا لِيُوَاطِئُوا عِدَّةَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ فَيُحِلُّوا مَا حَرَّمَ اللَّهُ زُيِّنَ لَهُمْ سُوءُ أَعْمَالِهِمْ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ (37)
« لا تسافروا فى محاق الشهر ولا اذا كان القمر فى العقرب » وكان على يكره التزوج والسفر اذا نزل القمر فى العقرب وهو اسناد صحيح قال حضرة الشيخ الشهير بافتاده افندى ان نحوسة الايام قد ارتفعت على المؤمنين بشرف نبينا عليه السلام واما ما نقل عن على من انه عد سبعة ايام فى كل شهر نحسا فعلى تقدير صحة النقل محمول على نحوسة النفس والطبيعة فليست السعادة والشقاوة الا لسعادتهما وشقاوتهما فاذا خلصتا من الشقاوة لم يبق نحوسة انتهى قال فى عقد الدرر واللآلى وكثير من الجهال يتشاءم من صفر وربما ينهى عن السفر والتشاؤم بصفر هو من جنس الطيرة المنهى عنها وكذا التشاؤم بيوم من الايام كيوم الاربعاء وايام العجائز فى آخر الشتاء وكذا شتاؤم اهل الجاهلية بشوال فى النكاح فيه خاصة . وقد قيل ان طاعونا وقع فى شوال فى سنة من السنين فمات فيه كثير من العرائس فتشاءم بذلك اهل الجاهلية وقد ورد الشرع بابطاله قالت عائشة رضى الله عنها تزوجنى رسول الله فى شوال وبنى بى فى شوال فاى نسائه كان احظى عنده منى فتخصيص الشؤم بزمان دون زمان كصفر او غيره غير صحيح وانما الزمان كله خلق الله تعالى وفيه تقع اعمال بنى آدم فكل زمان اشتغل فيه المؤمن بطاعة الله فهو زمان مبارك وكل زمان اشتغل فيه بمعصية الله فهو مشئوم عليه فالشؤم فى الحقيقة هو المعصية كما قال ابن مسعود رضى الله عنه ان كان الشؤم فى شيء ففيما بين اللحيين يعنى اللسان وفى الحديث « الشؤم فى ثلاث فى المرأة والدار والفرس »



[1]  Ibnu Majjah,Sunan Ibnu Majjah, al Maktabah Al syamilah, tt, juz 1, h 610. Abu Dawud, Sunan Abu dawud, al Maktabah Al syamilah, tt, juz 4, h 409.Ibnu Hibban, Shahih Ibnu hibban, al Maktabah Al syamilah, tt, juz 1, h 173. Imam al Nawawi, al Majmu’ Syarh al Muhadzab, Bairut-Dar al-Fikr, tt, juz, 1, h. 73.
[2]  Ibnu Ziyad, Ghayatu Talkhishi Al-Murad min Fatawi ibn Ziyad, tt, h 206.
[3]  al Imam al Nawawi, Syarh al Nawawi Ala Muslim, al Maktabah al Syamilah, tt, juz 9, h 209.
[4]  Ibnu Ziyad, Ghayatu Talkhishi Al-Murad min Fatawi ibn Ziyad, tt, h 206.

Leave a Reply

Terima Kasih Atas Komentar Anda

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Terima kasih pada FThemes.com | Converter: Blogger Themes & Blogger Templates
Flippa