Terjemah Dan Syarh Aqidah Al-‘Awam‎ (Bag. 4)

Bab IV
Sifat-Sifat Para Nabi Dan Rasul
A. Sifat-Sifat Wajib Para Rasul
أَرْسَلَ أَنْبِيَا ذَوِيْ فَطَانَةْ # بِالصِّدْقِ وَالتَّبْلِيْغِ وَاْلأَمَانَةْ
“Allah SWT mengutus para nabi dan rasul untuk menyampaikan serta menyebarkan ajaran Islam ke muka bumi”.
Syarh:
Nabi adalah seorang manusia yang menerima wahyu dari Allah SWT, namun tidak ada perintah untuk disampaikan kepada kaumnya.
Sedangkan rasul, selain menerima wahyu ia juga diperintahkan untuk menyampaikannya kepada kaum. Maka bisa dikatakan bahwa setiap rasul pasti nabi, tetapi tidak semua nabi adalah rasul.
Sebagai utusan Allah SWT, mereka adalah manusia-manusia pilihan yang dibekali Allah SWT dengan keistimewaan-keistimewaan yang tidak dimiliki makhluk Allah SWT yang lain. Begitu pula mereka diberikan sifat-sifat kesempurnaan sebagai penguat atas risalah yang dibawa.
Khusus bagi Rasul, sebagai kesempurnaan dari risalah yang disampaikan, Allah SWT menganugerahkan empat sifat kesempurnaan, yang pasti dimiliki oleh seorang rasul Allah SWT. Yakni:
1. Shidiq (jujur)
Setiap rasul pasti jujur dalam ucapan dan perbuatannya. Pujian Allah SWT kepada Nabi Ibrahim:
وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيْقًا نَبِيًّا. (مريم:41)
"Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam al-Kitab (al-Qur'an) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang Nabi." (QS. Maryam: 41).
Setiap rasul pasti jujur dalam pengakuan atas kerasulannya. Dan apa yang disampaikan pasti benar adanya, karena memang bersumber dari Allah SWT. Firman Allah SAW:
وَمَا يَنطِقُ عَنِ ٱلْهَوَىٰ، إِنْ هُوَ إِلاَّ وَحْيٌ يُوحَىٰ, (النجم : 3- 4)
"Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)." (QS. an-Najm: 3-4)
2. Tabligh (menyampaikan)
Setiap rasul pasti menyampaikan apa yang diterima dari Allah SWT. Jika Allah SWT, memerintahkan rasul untuk menyampaikan wahyu, seorang rasul pasti menyampaikan wahyu tersebut kepada kaumnya. Dalam al-Qur’an disebutkan:
أُبَلِّغُكُمْ رِسَالاَتِ رَبِّيْ وَأَنْصَحُ لَكُمْ وَأَعْلَمُ مِنَ اللهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ. (الأعراف: 62)
"Aku sampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku dan aku memberi nasehat kepadamu, dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui". (QS. Al-A’raf: 62)
3. Amanah (bisa dipercaya)
Secara bahasa amanah berarti bisa dipercaya. Sedangkan yang dimaksud di sini bahwa setiap rasul adalah dapat dipercaya dalam setiap ucapan dan perbuatannya, karena rasul tidak mungkin melakukan perbuatan yang dilarang dalam agama, begitu pula hal yang melanggar etika. Setiap rasul tidak mungkin terperosok ke dalam perzinahan, pencurian, menkonsumsi minuman keras, berdusta, menipu dan lain sebagainya. Rasul tidak mungkin memiliki sifat hasud, riya’, sombong, dusta dan sebagainya.
4. Fathonah (cerdas)
Dalam menyampaikan risalah Allah SWT, tentu dibutuhkan kemampuan dan strategi khusus agar risalah yang disampaikan bisa diterima dengan baik. Karena itu, seorang rasul pastilah orang yang cerdas. Kecerdasan ini sangat berfungsi terutama dalam menghadapi orang-orang yang membangkang dan menolak ajaran Islam. Dalam al-Qur’an disebutkan:
قَالُوا يَانُوحُ قَدْ جَادَلْتَنَا فَأَكْثَرْتَ جِدَالَنَا فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ. (هود: 32)
"Mereka berkata: "Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar." (QS. Hud: 32).
B. Sifat Jaiz Para Rasul
وَجَائِزٌ فِي حَقِّهِمْ مِنْ عَرَضِ # بِغَيْرِ نَقْصٍ كَخَفِيْفِ الْمَرَضِ
“Adalah boleh bagi para rasul mengalami kejadian yang dialami manusia tanpa mengurangi derajat mereka, seperti sakit yang ringan”
Syarh:
Walaupun sebagai seorang utusan Allah SWT yang memiliki sifat kesempurnaan melebihi makhluk Allah SWT yang lain, namun hal itu tidak akan melepaskan mereka dari fitrah kemanusian yang ada dalam dirinya. Seorang rasul tetaplah sebagai seorang manusia biasa yang berprilaku sebagaimana manusia yang lain.
Para rasul Allah SWT memiliki sifat serta melakukan aktifitas sebagaimana manusia kebanyakan. Sudah tentu yang dimaksud adalah prilaku dan sifat-sifat yang tidak mengurangi derajat kenabian mereka di mata manusia. Seperti makan, minum, tidur, sakit dan semacamnya. Sedangkan prilaku yang dapat merendahkan derajat kerasulannya, mereka tidak pernah melakukannya. Dan inilah yang membedakan mereka dengan manusia yang lain.
C. Para Rasul Bersifat Ma’shum
عِصْمَتُهُمْ كَسَائِرِ الْمَلاَئِكَةْ # وَاجِبَةٌ وَفَاضَلُوْا المَـلاَئِكَةْ
“Mereka wajib terpelihara dari perbuatan dosa (ma'shum) seperti halnya Malaikat dan keutamaan mereka melebihi para Malaikat”
Syarh:
Sebagaimana para malaikat, yang selalu patuh kepada perintah Allah SWT, dan tidak pernah sekalipun melanggar larangan Allah SWT, maka para nabi dan rasul Allah SWT juga demikian. Mereka adalah orang-orang yang dijaga Allah SWT dari perbuatan yang dapat mendatangkan dosa. Para nabi dan rasul adalah orang yang selalu melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi larangannya.
Allah SWT telah menjaga para nabi dan rasul dari terjerumus ke dalam perbuatan dosa, sejak mereka masih kecil, sebelum mereka mengemban risalah Allah SWT, begitu pula setelah diangkat menjadi nabi dan rasul Allah SWT.
Oleh karena itu, jika ada seseorang yang mengaku sebagai nabi Allah SWT, namun diantara perbuatannya ada yang melanggar perintah Allah SWT, atau mempermainkan dan mempermudah ajaran agama yang dibawa, maka pengakuannya sebagai nabi harus ditolak.
D. Sifat Mustahil Para Rasul
وَالْمُسْتَحِيْلُ ضِدُّ كُلِّ وَاجِبِ # فَاحْفَظْ لِخَمْسِيْنَ بِحُكْمٍ وَاجِبِ
“Sifat mustahil adalah kebalikan dari setiap sifat yang wajib, maka hafalkanlah aqaid lima puluh untuk melaksanakan hukum yang wajib”
Syarh:
Sedangkan sifat mustahil bagi rasul adalah kebalikan dari sifat wajib yang empat di atas. Perincian sifat mustahil bagi para rasul tersebut adalah sebagai berikut:
1.  Shidiq (jujur) kebalikannya Kidzib (dusta)
2.  Amanah (dapat dipercaya) kebalikannya Khiyanat (tidak dapat dipercaya)
3.  Tabligh (menyampaikan wahyu) kebalikannya Kitman (menyembunyikan wahyu)
4.  Fathonah (cerdas) kebalikannya Baladah (bodoh)
Dengan demikian maka genaplah aqoid lima puluh yang wajib diketahui oleh umat Islam.
E. Dua Puluh Lima (25) Rasul Yang Wajib Diketahui
تَفْصِيْلُ خَمْسَةٍ وَعِشْرِيْنَ لَزِمْ # كُلَّ مُكَلَّفٍ فَحَقِّقْ وَاغْتَنِمْ
“Rincian dua puluh lima rasul wajib diketahui oleh setiap orang mukallaf, maka pastikan dan raihlah jumlahnya”
Syarh:
Para rasul Allah SWT sangat banyak, sebagian ulama mengatakan hingga mencapai 315 rasul. Sedangkan nabi Allah SWT mencapai 124.000. Di antara mereka ada yang wajib untuk diketahui dan ada yang tidak wajib.
Nabi dan rasul Allah SWT yang wajib diketahui berjumlah 25, yakni mereka yang disebutkan di dalam al-Qur’an.
Dengan rincian sebagai berikut:
هُمْ آدَمٌ إِدْرِيْسُ نُوْحٌ هُوْدُ مَعْ # صَـالِحْ وَإِبْرَاهِيْمُ كُلٌّ مُتَّبَعْ
لُوْطٌ وَإِسْـمَاعِيْلُ إِسْحَاقُ كَذَا # يَعْقُوْبُ يُوْسُفُ وَأَيُوْبُ احْتَذََا
شُعَيْبُ هَارُوْنُ وَمُوْسَى وَالْيَسَعْ # ذُوْ الْكِفْلِ دَاوُدُ سُلَيْمَانُ اتَّبَعْ
اِلْيَــاسُ يُوْنُسُ زَكَرِيَّا يَحْيَ # عِيْسَى وَطَـهَ خَاتِمٌ دَعْ غَيَّا
عَلَيْهِمُ الصَّـلاَةُ وَ الـسَّلاَمُ # وَآلِـهِمْ مَـا دَامَتِ اْلأَيَّامُ
“Mereka adalah Nabi Adam, Idris, Nuh, Hud, Shalih dan Ibrahim semuanya diikuti –
Luth, Isma’il, Ishaq, Ya’qub, Yusuf, Ayyub yang mengikuti –
Syu’aib, Harun, Musa, Ilyasa’, Dzulkifli, Dawud dan Sulaiman yang mengikuti –
Ilyas, Yunus, Zakariya, Yahya, Isa, dan Thaha (Nabi Muhammad) sebagai nabi yang terakhir, maka tinggalkanlah jalan yang sesat.
Shalawat dan salam sejahtera semoga selalu terlimpahkan kepada mereka dan keluarganya, selama hari-hari masih berjalan”
Inilah jumlah nama dan urutan nabi dan rasul Allah SWT yang wajib ketahui. Dimulai dari Nabi Adam AS sebagai pembuka para nabi, dan diakhiri Nabi Muhammad SAW, nabi dan rasul Allah SWT yang terakhir.
F. Nabi Muhammad SAW Nabi Yang Terakhir
Penegasan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi dan rasul Allah SWT yang terakhir ditegaskan langsung oleh Allah SWT dan Rasul-Nya di dalam al-Qur’an dan hadits. Diantaranya adalah firman Allah SWT:
مَا كَانَ مَحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُوْلَ اللهِ وَخَاتَمَ النَّبِـيِّـيْنَ وَكَانَ اللهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمًا (الأحزاب: 40)
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasûlullâh dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. al-Ahzâb: 40)
Nabi SAW juga bersabda:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ، قَالَ رَسُولُ اللهِ  صلى الله عليه وسلم إِنَّ الرِّسَالَةَ وَالنُّبُوَّةَ قَدْ انْقَطَعَتْ فَلاَ رَسُولَ بَعْدِي وَلاَ نَبِيَّ. (سنن الترمذي، 2198)
“Dari Anas bin Mâlik ia berkata, bahwa Rasûlullâh SAW bersabda, “Sesungguhnya misi kerasulan dan kenabian telah selesai. Karena itu tidak ada rasul dan nabi setelah aku.” (Sunan al-Tirmidzî, 2198).
Dalam hadits yang lain Nabi SAW bersabda:
عن عَبْد اللهِ بْنَ عَمْرٍو قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَنَا مُحَمَّدٌ النَّبِيُّ اْلأُمِّيُّ قَالَهُ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ وَلاَ نَبِيَّ بَعْدِي. (مسند احمد ، 6318)
"Dari Abdullah bin Amar, Rasulullah SAW bersabda, "Saya adalah Muhammad, seorang nabi yang ummi (beliau mengucapkannya tiga kali), dan tidak ada nabi setelah saya." (Musnad Ahmad, 6318).
Dalam hadits lain, Nabi SAW juga bersabda tentang Bani Israil:
عَنْ فُرَاتٍ الْقَزَّازِ قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ اْلأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي (صحيح البخاري، 3197)
"Dari Furat al-Qazzaz, Nabi SAW bersabda, " Bani Isra'il dulu dipimpin oleh para nabi. Setiap seorang nabi meninggal dunia, maka digantikan oleh nabi yang lain. Namun (berbeda dengan umatku, karena) setelah aku tidak akan ada nabi lagi." (Shahih al-Bukhari, 3198)
Sabda Nabi Muhammad SAW tentang wafatnya putra beliau yang bernama Ibrahim:
عَنْ إِسْمَاعِيلَ قُلْتُ لاِبْنِ أَبِي أَوْفَى رَأَيْتَ إِبْرَاهِيمَ ابْنَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ مَاتَ صَغِيرًا وَلَوْ قُضِيَ أَنْ يَكُونَ بَعْدَ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم نَبِيٌّ عَاشَ ابْنُهُ وَلَكِنْ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ. (صحيح البخاري ، 5726)
“Dari Ismail, saya berkata kepada Ibnu Abi Awfa, “Engkau telah melihat Ibrahim putra Nabi SAW?" Dia menjawab, "(Ya, saya melihatnya) meninggal ketika masih kecil (dalam usia delapan belas bulan). Andaikan Allah SWT telah menetapkan bahwa ada nabi setelah Nabi Muhammad SAW, niscaya Ibrahim akan hidup (tidak meninggal dunia). Tetapi (Allah SWT telah menentukan bahwa) tidak ada nabi setelah Nabi Muhammad SAW.” (Shahih al-Bukhari, 5726).
Terkait dengan meninggalnya putra beliau Ibrahim, Ibn Abbas mengatakan:
“Allah SWT bermaksud apabila aku tidak menjadikan dia (Muhammad SAW) penutup para nabi, niscaya pasti aku ciptakan seorang anak untuknya yang akan menjadi nabi sesudahnya.” (Al-Shabuni, Shafwah al-Tafâsir, juz II hal 529).
Rasul SAW juga bersabda:
عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَإِنَّهُ سَيَكُونُ فِي أُمَّتِي ثَلاَثُونَ كَذَّابُونَ كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ نَبِيٌّ وَأَنَا خَاتَمُ النَّبِـيِّينَ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي. (سنن الترمذي، 2145)
“Dari Tsaubân ia berkata, Rasûlullâh SAW bersabda, “Sesungguhnya kelak pada umatku ada tiga puluh orang pendusta. Mereka semua mengaku dirinya sebagai nabi. (Maka janganlah percaya karena sesungguhnya) akulah akhir para nabi dan tidak ada nabi setelahku.” (Sunan al-Tirmidzî, 2145).
Ini merupakan nubuwat Rasulullah SAW tentang adanya orang-orang yang mengaku sebagai nabi setelah beliau. Dan dengan tegas Nabi SAW mengatakan agar umat Islam tidak mempercayai mereka, karena beliau adalah akhir dan penutup para nabi.
Keyakinan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi terakhir begitu kuat tertanam di dada para sahabat Nabi SAW, sehingga ketika ada yang mengaku sebagai nabi, serta merta mereka menolaknya, sekaligus menyatakan perang kepada mereka.
[Bersambung] ke Bag. 5

Leave a Reply

Terima Kasih Atas Komentar Anda

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Terima kasih pada FThemes.com | Converter: Blogger Themes & Blogger Templates
Flippa